
Alasan Memilih Kampanye Partai Politik Melalui Media Sosial
Metode kampanye konvensional seperti pengerahan massa untuk demonstrasi mulai terasa hampa. Di balik keramaian dengan berbagai atribut, teras sepi. Kerumunan ide, gagasan, serta visi dan misi tampaknya sudah mulai merambah ke dunia maya. Yaitu dengan cara melakukan kampanye partai politik dimedia sosial .
Diskusi, perdebatan, bahkan tuduhan terjadi secara frontal di berbagai media sosial. Bagi mereka yang relatif berpendidikan, kampanye menggunakan media sosial lebih efektif daripada menggunakan baliho dan spanduk. Dan saat ini sudah banyak menyewa jasa buzzer Indonesia untuk melakukan kampanye tersebut.
Mengapa banyak yang memilih kampanye melalui media sosial?
Orang yang relatif berpendidikan dan berpengetahuan ini tidak akan mudah untuk mempercayai isi baliho atau spanduk, melainkan mempercayai kutipan dari teman atau kolega di media sosial.
Di sini dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat mempengaruhi orang lain. Maka dari itu, secara berseloroh, di media sosial tidak berlaku one man one vota, akan tetapi satu orang dapat memiliki kekuatan yang sama dengan puluhan, ratusan, atau bahkan lebih.
Inilah kekuatan media sosial: efektif sebagai sarana bertukar pikiran. Penyebaran ide, termasuk konten kampanye melalui media sosial, sangat cepat dan hampir tidak terbatas. Di Twitter, misalnya, hanya dengan tweeting, informasi tersebar luas ke semua pengikut, dan seterusnya dengan cara yang bekerja seperti pemasaran multi-level.
Efektivitas media sosial bukan hanya karena jumlah penggunanya yang sangat besar. Karakteristik media sosial itu sendiri juga menjadi kekuatan. Media sosial merupakan sarana komunikasi dimana setiap individu saling mempengaruhi.
Setiap orang memiliki pengaruh di sekelilingnya. Apalagi para pengguna media sosial yang berpengetahuan dan terdidik ini tidak mudah tertipu, tetapi mudah terpengaruh dan bersimpati pada hal-hal yang membuat mereka bahagia.
Dalam banyak kasus yang menarik perhatian publik, ada tesis yang ditentang oleh argumen-argumen yang antitesis. Keajaiban sering muncul di media sosial dalam bentuk prestasi sintetis. Tidak perlu ada yang menyimpulkan, tetapi dari pemikiran ini sering muncul “kesepakatan diam-diam” antara para pihak dan “pendengar”.
Inilah berupa sintesisnya. Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Karena sifatnya yang berjangka panjang, media sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap mobilisasi kampanye.
Pergerakan media sosial sabgat perlahan yaitu dengan membahas visi, misi, ide, ideologi. Pengguna media sosial bukanlah orang yang bisa dipimpin, tetapi bergerak dengan kemauan dan kesadarannya sendiri.
Media sosial hanya memiliki efek signifikan pada politisi yang bekerja sepanjang waktu. Bukan Pekerjaan Instan Lima Tahun Sekali. Mereka yang intens dalam menyebarkan gagasan dan berkomunikasi dalam kedalaman tertentu sepanjang waktu akan mendapatkan hasil dalam pemilu.
Media sosial tidak cocok untuk politisi “kosong”, tetapi hanya untuk mereka yang memiliki kemampuan berpikir dan dialektis. Media sosial juga bukan untuk orang yang egois, tetapi untuk mereka yang cocok dengan masyarakat dan peduli dengan berbagai masalah yang mereka hadapi.
Hanya politisi yang memiliki simpati dan empati terhadap masalah rakyat yang akan menuai simpati dan empati publik. Sifat kampanye di media sosial adalah kebalikan dari kampanye di dunia nyata.
Di dunia nyata, kampanye penuh konten, lantang tapi tanpa bukti, sedang media sosial adalah antitesis yang bermakna lantang dan riuh. Setiap suara memiliki arti, memiliki buktinya sendiri.
Politik di media sosial bisa berupa politik yang sebenarnya mengandung ide dan tindakan nyata untuk kepentingan bersama. Inilah politik yang memiliki kekuatan destruktif.
Berbagai permasalahan sosial yang menjadi beban masyarakat seringkali menemukan solusi di media sosial yaitu sebuah penyeimbangan.

