Tips

Ini yang Perlu Dimengerti Mengenai Sandwich Generation

Sandwich Generation atau generasi roti lapis merupakan sebutan untuk seseorang yang memiliki tanggung jawab finansial untuk generasi di atasnya dan generasi di bawahnya dalam waktu yang bersamaan. Nama ini diilhami dari bentuk roti lapis dimana terdapat dua lapis roti yang mengapit isian di bagian tengahnya. Generasi roti lapis kini banyak ditemukan di Indonesia dan dunia karena berbagai sebab. Apakah Anda juga merupakan generasi sandwich? Yuk pahami artinya dan bagaimana cara mengelola kewajiban-kewajiban tersebut.

Di Indonesia, fenomena seorang dewasa dengan usia sekitar 30 hingga 40 tahun dan masih memiliki orang tua dengan usia 60 tahunan yang sudah tak berpenghasilan tentu sangat banyak. Kondisi ini membuat orang dewasa tersebut bertanggung jawab secara fisik maupun finansial untuk orang tuanya. Namun selain itu di usia tersebut pastinya mereka juga sudah berkeluarga dan memiliki anak. Anak-anaknya sendiri masih berada di usia sekolah bahkan balita sehingga belum bisa mandiri secara ekonomi. Ini membuat orang tersebut memiliki dua kewajiban finansial untuk generasi di atasnya yaitu orang tua dan generasi di bawahnya yaitu anak. Selain itu tentu saja ia juga memiliki kebutuhan sendiri beserta pasangannya. Kondisi ini disebut dengan nama generasi sandwich tradisional karena terbentuk secara alami dan banyak terdapat di masyarakat.

Selain jenis tradisional sandwich, ada juga jenis lainnya yang disebut dengan generasi club Sandwich. Generasi ini lebih berat dibandingkan sebelumnya. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia antara 40 hingga 50 tahun dan masih memiliki orang tua. Mereka memiliki anak yang sudah berkeluarga dan memiliki anak namun belum mandiri atau belum memiliki penghasilan sendiri. Alhasil dialah yang menjadi tulang punggung untuk 3 generasi yaitu:

  • Orang tuanya.
  • Anaknya.
  • Cucunya.

Kondisi ini sering ditemukan di Indonesia khususnya pada masyarakat menengah ke bawah yang memiliki latar belakang pendidikan rendah. Umumnya sang anak menikah dini atau lebih parah lagi tidak menikah namun sudah memiliki anak. Mau tak mau, orang tua atau si kakek dari bayi itulah yang menjadi tulang punggung keluarga untuk membesarkannya. Keluarga dengan pola generasi club sandwich ini sangat rawan dengan masalah keuangan hingga psikologis karena banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi oleh satu atau dua orang saja.

Generasi sandwich berikutnya adalah Open Faced Sandwich Generation. Merupakan generasi yang nantinya berpotensi sebagai generasi sandwich tradisional. Menggambarkan kondisi seseorang yang saat ini belum menikah namun sudah berpenghasilan dan menjadi pemberi nafkah untuk orang tua yang sudah renta atau tidak berpenghasilan lagi. Saat generasi ini menikah dan memiliki anak nanti maka ia akan menjadi generasi sandwich tradisional. Kondisi ini juga sudah banyak ditemukan di Indonesia dengan sebab yang sama dengan munculnya generasi sandwich tradisional.

Adapun latar belakang dari munculnya generasi sandwich antara lain:

  • Pemahaman bahwa anak adalah investasi seseorang di masa tua dimana anak nanti akan berperan sebagai pemberi nafkah bagi orang tua yang sudah renta.
  • Tidak adanya kesiapan finansial untuk mencukupi kebutuhan setelah pensiun.

Dari kedua latar belakang di atas, munculnya generasi sandwich bisa dicegah dengan pemahaman bahwa akan lebih baik jika setiap orang bisa memiliki kemandirian finansial. Meski nantinya pasti orang tua akan butuh bantuan orang lain, namun setidaknya mereka sudah memiliki persiapan finansial untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari. Persiapan ini bisa diwujudkan melalui asuransi dan pensiun, investasi maupun kepemilikan sebuah usaha yang memberi pendapatan setiap bulannya.

Bagi Anda yang termasuk di dalam Sandwich Generation  bisa saja meminta bantuan keluarga lain khususnya saudara sekandung untuk membantu menafkahi orang tua. Namun jika merupakan anak tunggal maka mau tak mau memang harus memikirkan kebutuhan orang tua sebagai bentuk kewajiban anak pada orang yang melahirkan dan membesarkan. Namun hal ini juga bisa menjadi pelajaran bagi Anda agar selalu mempersiapkan dana untuk masa pensiun agar bisa mandiri dan tak bergantung pada orang lain. Ajarkan juga kemandirian pada anak sehingga mereka bisa menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab pada diri sendiri.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *